RUU Jasa Konstruksi Akan Tingkatkan Daya Saing
Komisi V DPR dan Pemerintah sepakat untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jasa Konstruksi. RUU yang akan menggantikan UU nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, salah satu tujuannya untuk meningkatkan daya saing jasa konstruksi dalam negeri di era persaingan global.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi Muhidin M. Said dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan, perwakilan Kementerian Dalam Negeri, dan perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, di Gedung Nusantara DPR RI, Rabu (24/02/2016).
Muhidin mengatakan, setidaknya 50 persen subtansial dari UU yang lama akan mengalami perubahan pada RUU inisiatif DPR itu. Mengingat, UU Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang belaku saat ini hanya terdiri dari 11 Bab dan 46 pasal. Sementara, dalam RUU yang akan mulai dibahas pekan depan itu terdiri dari 15 bab dan 113 pasal. Subtansial yang berubah, akan menekankan sejumlah aspek, salah satunya adalah pembinaan jasa konstruksi.
“Perubahan klasifikasi usaha yang tadinya hanya pada bidang arsitektur, sipil, mekanikal, kelistrikan, dan tata lingkungan menjadi klasifikasi pada central product classification yang terbagi dalam tiga jenis usaha, yakni Jasa Konstruksi, Jasa Pelaksana Konstruksi, dan Jasa Pelaksana Konstruksi Terintegrasi,” jelas Muhidin.
Politisi F-PG itu menambahkan, dalam RUU tersebut peran Pemerintah, khususnya Kementerian PUPR juga akan ditegaskan dengan menjadi leading di sektor konstruksi dalam hal pembinaan yang meliputi, pembinaan sumber daya manusia, pengembangan usaha jasa konstruksi, pengembangan material dan teknologi konstruksi, pengembangan penyelenggaraan jasa konstruksi, pengembangan standar keamanan, keselamatan dan kesehatan, dan pengembangan partisipasi masyarakat.
Hal lain yang menjadi substansi pembahasan RUU adalah mengenai gaji pekerja konstruksi. Nantinya, Pemerintah akan menetapkan standar upah minimal untuk tenaga kerja konstruksi, atau remunerasi, yang selama ini dinilai sangat rendah jika bersaing dengan para pekerja asing. RUU ini telah mengakomodasi untuk merumuskan standar remunerasi minimal yang harus ditetapkan pemerintah.
“Remunerasi salah satu hal yang tidak kalah penting, karena menyangkut bagaimana kesejahteraan tenaga kerja konstruksi, utamanya para tenaga ahli yang harus diberdayakan dengan salary yang pantas,” imbuh Muhidin.
Terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Muhidin mengatakan tidak mengalami banyak masalah, karena sebelumnya sudah melalui dikusi panjang lebar, antara lain bagaimana Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Ditargetkan selesai bulan Mei, karena hampir semua isi dalam RUU sudah didiskusikan panjang lebar,” harap politisi asal dapil Sulawesi Tengah itu.
Menanggapi soal remunerasi, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan, peningkatan remunerasi nantinya tidak hanya soal peningkatan gaji, melainkan ada bentuk penghargaan lain yang diberikan kepada mereka yang berprofesi di bidang jasa konstruksi.
“Tidak hanya soal take home pay, dengan ditingkatkannya remunerasi juga akan meningkatkan daya saing nantinya, coba sekarang kita lihat, di universitas, mahasiswa yang masuk fakultas teknik sipil menurun terus jumlahnya,” kata Basuki. (sf) Foto: Ojie/parle/od